Kajian Jumat 16 Juni 2023: Diskusi tentang “Food Ethics dan Vegetarianisme dalam Islam” bersama Magfirah Dahlan-Taylor, Ph.D

Jakarta – Pada Jumat, 16 Juni 2023 Pusat Pengajian Islam Universitas Nasional (PPI UNAS) mengundang seorang pakar dalam bidang Food Ethics dari Craven Community College Amerika Serikat, Magfirah Dahlan-Taylor, Ph.D, dalam diskusi bertajuk “Food Ethics dan Vegetarianism in Islam”. Diskusi ini merupakan hasil dari empat tahun penelitian yang dilakukan oleh Dr. Magfirah mengenai Etika Pangan, serta publikasi bukunya yang berjudul “Sacred Rituals and Humane Death”.

Dalam diskusi yang dipandu oleh Ketua PPI UNAS, Dr. Fachrudin M. Mangunjaya ini, dibahas mengenai makanan yang baik dikonsumsi oleh para muslim dan muslimah. Ada tiga konsep dalam Islam yang menjadi pedoman dalam pemilihan makanan, yaitu halal (diperbolehkan), tayyib (baik), dan mubarak (berkah). “Halal hanya standar minimal yang harus dipenuhi,” tegas Dr. Magfirah.

Penelitian mengenai Food Ethics dimulai Dr. Magfirah dengan melakukan survei terhadap para muslim di Amerika Serikat untuk mencari cara mereka dalam mencari dan mendapatkan makanan halal di negara yang banyak menyajikan makanan yang haram. Hasilnya menunjukkan bahwa ada banyak variasi dalam hal ini, tidak hanya terkait dengan masalah halal dan haram saja. Jawaban yang ia dapatkan dari hasil survei ternyata lebih kompleks daripada yang diduga.

Banyak masyarakat muslim yang menyebutkan faktor-faktor seperti kualitas hidup dan pakan yang diberikan kepada hewan tersebut. Pada awal tahun 2008-2009 cukup banyak buku popular hasil riset yang membahas mengenai sistem pangan di negara-negara industri. Di dalamnya menjelaskan bagaimana kandang-kandang kecil dan pakan yang tidak alami mempengaruhi kualitas hidup hewan. Ia mencontohkan seperti ayam yang jarang keluar dari kandangnya akan rendah kualitas hidupnya. Sejak saat ini, ia menilai perhatian terhadap kesejahteraan hewan mulai tumbuh.

Kemudian, salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah bagaimana binatang yang dijadikan pangan diperlakukan saat mereka masih hidup oleh pemeliharanya. Dalam konteks ini, mengatakan bahwa hewan yang dianggap halal seperti ayam, sapi, atau kambing hanya perlu disembelih secara halal saja tidaklah cukup. Perlakuan terhadap hewan saat mereka hidup juga menjadi faktor penting.

Bahkan ada yang berpendapat bahwa makanan yang dikonsumsi sebaiknya berasal dari lingkungan lokal, karena adanya dampak yang timbul akibat jarak transportasi makanan. Dr. Magfirah yang tinggal di sebuah kota kecil menghadapi dilema terkait makanan yang memiliki label halal, tetapi berasal dari luar negeri yang jaraknya jauh, misalnya New Zealand. Bagaimana dengan aspek food ethics dalam hal ini? Ini juga menjadi catatan sendiri bagi dirinya.

Selain itu, dari hasil risetnya ada juga jawaban responden yang membahas tentang pilihan makanan organik. Meskipun makanan non-organik juga bisa dikategorikan sebagai halal, namun dari segi etika, ada pertanyaan mengenai mana yang lebih baik, apakah makanan organik atau non-organik. Hal ini juga menjadi diskusi yang menarik karena belum tentu makanan organik lebih baik sementara makanan nonorganik pasti lebih tidak baik.

Kemudian dari hasil risetnya, mulai muncul ide dari sebagian orang mengenai apakah seorang Muslim harus menjadi vegetarian muncul. Namun, mayoritas responden tidak setuju karena menurut mereka, hewan diciptakan untuk menjadi pangan bagi manusia. Terdapat anggapan bahwa food ethics yang diajukan oleh kalangan sekuler berseberangan dengan agama. Ada pandangan dari kalangan sekuler bahwa orang-orang yang mengkhawatirkan aspek halal-haram tidak peduli dengan food ethics. Namun, anggapan ini tidak disetujui oleh mayoritas responden.

Dr. Magfirah menambahkan lagi informasi bahwa di berbagai universitas sudah terdapat banyak mata kuliah yang membahas tentang sistem pangan dari berbagai jurusan seperti sosiologi, filsafat, dan lain-lain. Veganisme dianggap sebagai cara yang lebih baik dalam konteks ini. Namun, menurutnya sebagai seorang muslim kita harus kritis. Kita seyogyanya berpikir yang sama dengan ketika kita berbicara food ethics makanan berbasis hewan.

“Kita harus berpikir juga dari mana kita mendapatkan makanan berbasis tumbuhan? Apakah makanan tersebut memberikan nutrisi yang cukup dan sehat? Bagaimana dengan perlakuan terhadap pekerja dalam industri pangan? Dapat dikatakan bahwa menjadi vegetarian juga tidaklah menjadi solusi yang sempurna,” terangnya.

Dr. Maghfirah menyampaikan intinya adalah sebagai seorang muslim yang baik, kita harus mempertimbangkan semua aspek dalam mengonsumsi makanan. Bukan hanya terkait dengan halal atau haram makanan tersebut, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan hewan, kondisi pekerja yang merawatnya, dan lingkungan dari mana produk makanan tersebut berasal.

Dr. Magfirah Dahlan-Taylor, Ph.D akan membahas dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam diskusi “Food Ethics dan Vegetarianism in Islam” pada Jumat, 16 Juni 2023.

Bagikan Artikel

Recent Posts

NEWS & EVENTS

Membumikan Perjanjian Al-Mizan

Para ulama, cendekiawan, dan aktivis lingkungan muslim baru saja melahirkan Perjanjian Al-Mizan. Upaya menjaga masa depan bumi dan peradaban. Koran Tempo, Senin, 18 Maret 2024

Read More »