Krisis Iklim dan Peran Umat Islam

Jakarta (UNAS) – Dampak dari anomali cuaca semakin terasa dengan banyaknya daerah yang terkena bencana alam. Dilansir dari akun media sosial @ecodeen.id bahwa pada tahun 2020 suhu bumi naik 1,18oC yang mana berujung pada krisis iklim. Akibat dari krisis iklim antara lain kekeringan di berbagai wilayah, krisis pangan, hingga ancaman kenaikan permukaan laut.

Komunitas muslim lingkungan Ecodeen rutin menyelenggarakan diskusi yang mengangkat topik-topik lingkungan. Pada diskusi hari Minggu (11/4), membahas tema mengenai “Urgensi Krisis Iklim dan Peran Muslim”. Diskusi ini untuk mengetahui bahaya krisis iklim dan kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini serta solusi terbaik dan aksi bersama umat muslim terhadap krisis iklim.

Ketua Pusat Pengajian Islam Universitas Nasional (PPI Unas) Dr. Fachruddin M. Mangunjaya, M.Si., sebagai salah satu narasumber menyampaikan bahwa krisis iklim juga menjadi perhatian para ilmuan muslim pada bagaimana upaya mempertahankan ciptaan Tuhan. Hal ini dibuktikan dengan adanya Deklarasi Islam tentang Perubahan Iklim Global mengenai perlunya perhatian dan kepedulian bersama menghadapi masalah iklim, yang disepakati pada tahun 2015 oleh Fachruddin bersama sejumlah pemimpin agama Islam di Istanbul, Turki.

Dr. Fachruddin M. Mangunjaya, M.Si.

“Sebab kita ini bagian dari alam. Kita ditugaskan sebagai khalifah yang bisa merawat bumi. Perubahan iklim ini membahas keseimbangan sehingga fenomena ini yang kita perlu amati”, ujar Fachruddin yang juga selaku Dosen Fakultas Biologi Universitas Nasional.

Kegiatan yang berlangsung secara daring melalui aplikasi Zoom juga mengundang narasumber Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Gita Syahrani. Gita menyampaikan walaupun topik krisis iklim cukup rumit menjadi pembahasan sehari-hari tapi kita bisa menyederhakan dengan melihat fenomena yang ada disekitar kita. Bahwa krisis iklim tentang menjaga kualitas tanah, air, dan udara sehingga lingkungan terjaga tapi masyarakat bisa sejahtera.

Gita Syahrani.

“Menjadi manusia yang ramah lingkungan dan ramah sosial adalah manusia yang modern. Juga yang berperan tidak hanya aktivis lingkungan tapi kita juga bisa memberikan kontribusi dari profesi kita”, ujar pendapat Gita.

Sebelum mengakhiri kegiatan diskusi, Fachruddin menyampaikan berdasarkan kisah Nabi Muhammad untuk tidak berlebihan dalam menggunakan air dan harus menyayangi binatang yang mana berhubungan dengan keseimbangan dan keberlanjutan ekosistem. (*ARS)

Lihat juga:

 

Bagikan Artikel

Recent Posts

NEWS & EVENTS

Membumikan Perjanjian Al-Mizan

Para ulama, cendekiawan, dan aktivis lingkungan muslim baru saja melahirkan Perjanjian Al-Mizan. Upaya menjaga masa depan bumi dan peradaban. Koran Tempo, Senin, 18 Maret 2024

Read More »