PPI Unas Rumuskan Naskah Kebijakan Perilaku Higienis untuk Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Kalangan Disabilitas dan Lansia

Naskah kebijakan ini disusun berdasarkan hasil studi evaluasi terhadap Program Koalisi Perubahan Perilaku Higienis (Hygiene & Behavior Change Coalition/HBCC) di Indonesia. Program HBCC diluncurkan pemerintah Inggris dan Unilever pada Maret 2020 sebagai upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19 di 37 negara  berkembang. Di Indonesia, HBCC dilaksanakan oleh sejumlah organ­isasi pelaksana seperti Save the Children Indonesia, Ac­tion Aid, UNICEF, SNV, GIZ

Universitas Nasional, melalui  Pusat Pengajian Islam Universitas Nasional (PPI Unas) melak­sanakan studi evaluasi program HBCC yang dilaksanakan oleh Save the Children Indonesia yang bekerja di dua wilayah yaitu Jakarta Utara dan Kabupaten Bandung Barat. Dalam melakukan studi ini, PPI Unas bekerja sama dengan Bangladesh International Centre for Diarrhea Disease Research, Programme for Evidence to Inform Disability Action dan UKAid. Studi ini bertujuan untuk melihat inklusivitas dan efektivitas pelaksanaan program HBCC sekaligus untuk memahami situasi yang dialami kelompok disabilitas dan lansia di masa pandemi Covid-19.

Baca juga: PPI gelar workshop HBCC di Kampus UNAS

Studi evaluasi program HBCC dilaksanakan pada Maret-Juli 2022. Studi dilakukan melalui survei terhadap 340 responden yang terdiri dari kelompok disabilitas dan lansia dan pembandingnya (tanpa disabilitas dan non-lansia) yang disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin, wawancara mendalam dengan para tokoh kunci, dan kegiatan photovoice terhadap siswa dan lansia dengan disabilitas.

Berita terkait: Hasil studi HBCC di Jakarta dan Bandung Barat

Untuk mengidentifikasi ragam disabilitas, studi ini menggunakan kuesioner Washington Group dan diperoleh data mengenai bentuk disabilitas sebagai berikut: mobilitas sebanyak 7%, penglihatan 4%, kognisi 4%, pendengaran 3%, komunikasi 3%, kecemasan 2%, merawat diri 2%, dan depresi 1%. Survei ini menemukan sebanyak 37% responden dari kelompok disabilitas dan lansia pernah mengalami gejala Covid-19, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan kelompok orang tanpa disabilitas yang mencapai 41%. Tingkat vaksinasi di kalangan disabilitas dan lansia baru mencapai 69%, lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tanpa disabilitas dan non-lansia yang telah mencapai 94%.

Studi evaluasi program HBCC juga mengungkap beberapa temuan kunci. Temuan kunci pertama terkait media yang paling diandalkan dalam mendapatkan informasi Covid-19 dan cara-cara pencegahannya. Responden menjawab televisi merupakan media utama yang dipilih dalam mendapatkan informasi mengenai Covid-19.untuk beberapa alasan, seperti paling mudah digunakan, tersedia di rumah atau di lingkungan sekitar, dapat dinikmati secara bersama, pesan yang disampaikan lebih dipercaya karena disampaikan oleh pemerintah, tokoh-tokoh yang mempunyai kapasitas di bidangnya melalui lembaga siaran yang resmi.

Temuan kunci kedua tentang pendamping dan tokoh panutan dalam menjalankan perilaku higienis. Lebih dari 40% responden dari kelompok orang dengan disabilitas menjadikan keluarga sebagai sosok panutan sedangkan tokoh lain seperti selebriti dan tokoh agama hanya dipilih sebesar 4%. Sebanyak 65% responden disabilitas juga memilih keluarga sebagai sumber informasi dan tempat bertanya mengenai Covid-19 dan masalah kesehatan lainnya, disusul dengan pemerintah setempat sebanyak 32% dan kader kesehatan 33%. Sementara itu, kalangan selebriti dan tokoh agama hanya dipilih sebesar 2%.

Temuan kunci ketiga mengenai pengetahuan responden mengenai Covid-19 dan cara-cara pencegahannya cukup tinggi. Secara keseluruhan lebih dari 80% responden menyatakan pernah menerima pesan terkait Covid-19 dan perilaku higienis untuk pencegahan penyebaran virus. Responden kelompok disabilitas yang setuju bahwa virus Covid-19 dapat dicegah melalui perilaku higienis seperti mencuci tangan mencapai 80%, menggunakan masker 79%, dan menjaga jarak 70%. Sedangkan cara pencegahan dengan vaksinasi mencapai 38% dan menghindari kerumunan sebesar 27%.

Temuan kunci keempat terkait dengan perilaku higienis di kalangan disabilitas dan lansia. Di kalangan disabilitas, mencuci tangan dan mengenakan masker merupakan merupakan perilaku higienis yang paling sering dilakukan dan mencapai 73% sedangkan menjaga jarak hanya 60%, Hal ini karena adanya kebijakan pembatasan sosial dan keterbatasan dalam melakukan mobilitas sehingga mereka lebih banyak berada di rumah dan tidak keluar sama sekali. Sementara itu, di kalangan tanpa disabilitas mencuci tangan dengan sabun mencapai 93%, memakai masker 84%, dan menjaga jarak 78%. Di kalangan lansia, sering mencuci tangan dengan sabun mencapai 81%, memakai masker ketika ke luar rumah 75% dan menjaga jarak 64%. Sedangkan di kalangan non-lansia perilaku mencuci tangan sebesar 85%, mengenakan masker 82%, dan menjaga jarak 74%.

Video terkait:

 

Bagikan Artikel

Recent Posts

NEWS & EVENTS

Membumikan Perjanjian Al-Mizan

Para ulama, cendekiawan, dan aktivis lingkungan muslim baru saja melahirkan Perjanjian Al-Mizan. Upaya menjaga masa depan bumi dan peradaban. Koran Tempo, Senin, 18 Maret 2024

Read More »