Konservasi alam dari sudut terminologi agama Islam
Kolase.id – Akademisi Universitas Nasional Dr Fachruddin Majeri Mangunjaya mengilustrasikan bahtera Nabi Nuh As sebagai kapal konservasi alam di dunia. Kapal itu memuat hewan-hewan yang saling berpasangan dan orang-orang yang beriman.
“Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman,” sebut Fachruddin mengutip Alquran Surat Hud Ayat 40.
Hal itu disampaikan pada agenda media gathering BKSDA Kalbar-Yayasan Planet Indonesia dengan tema sinergitas media massa sebagai upaya perlindungan peredaran tumbuhan satwa liar di Kalimantan Barat yang diselenggarakan pada Kamis (24/8/2023) di , di Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Menurut Fachruddin, Surat Hud ini sarat dengan pesan-pesan konservasi dan mengajarkan betapa pentingnya menjaga kelangsungan hidup. “Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk memuat satwa yang saling berpasangan (jantan dan betina) serta orang-orang beriman yang jumlahnya sedikit,” terangnya.
Dari terminologi agama, Fachruddin juga membeberkan daftar ordo dan spesies di Indonesia yang secara etika dilarang atau haram untuk dikonsumsi menurut yurisprudensi Islam (fiqh). Dari empat ordo, yakni primata, karnivora, reftil, dan amphibi, jumlah total spesies di Indonesia mencapai 627, dan secara global sebanyak 18.390 spesies.
“Semua spesies seperti orangutan, bekantan, kera, daun perak, siamang masih melimpah di hutan Indonesia khususnya di wilayah muslim, tidak diburu untuk dikonsumsi karena hukumnya haram,” urai Fachruddin.
Semua kucing liar terancam punah dan jika berada di wilayah muslim, mereka tidak akan diburu untuk dikonsumsi. “Namun, hal ini mungkin berlaku untuk 268 ordo spesies karnivora global,” terangnya.
Begitu pula dengan jenis binatang melata seperti buaya, ular, biawak, dan lain-lain, sambung Fachruddin, semua dilarang untuk dikonsumsi, kecuali kadal gurun (dlab), boleh dikonsumsi. Sedangkan spesies dalam ordo amphibi seperti penyu, katak, dan salamander juga haram dikonsumsi.
Atas dasar itulah, kata Fachruddin, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan Fatwa No 4/2014 tentang pelestarian satwa langka untuk menjaga keseimbangan ekositem.
Ada dua poin penting dalam fatwa tersebut, yakni memperlakukan satwa langka dengan baik (ihsan) dengan jalan melindungi dan melestarikannya guna menjamin keberlangsungan hidupnya hukumnya wajib; dan melakukan perburuan dan/atau perdagangan ilegal satwa langka hukumnya haram.
Fachruddin kemudian mengutip Alquran Surat Al-An’am [6] ayat 38 yang berbunyi: “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”.*
Sumber : www.kolase.id