Konservasi Alam dan Lingkungan Dalam Perspektif Islam

“Telah diketahui bahwa dalam makhluk-makhluk ini Allah menunjukkan maksud-maksud yang lain dari melayani manusia, dan lebih besar dari melayani manusia: Dia hanya menjelaskan kepada anak-cucu Adam apa manfaat yang ada padanya dan apa anugrah yang Allah berikan kepada ummat manusia.” (Taqi ad-Din Ahmad ibn Taimiyah)

Secara sistematik, para pakar Islam terdahulu sesungguhnya telah mempunyai keperdulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup dan konservasi alam, sebagaimana tercermin dari kata-kata Ibnu Taimiyah diatas। Oleh sebab Islam membawa kemaslahatan dan perbaikan (ishlah) terhadap bumi. Bagaimana dengan konservasi? Sebagaimana disepakati oleh para fuqaha, jika ingin melihat praktik mendasar tentang penerapan syariat yang absah, adalah dengan melihat bagaimana praktik Rasulullah SAW beserta para sahabat beliau dalam menerapkan ajaran Islam. Sedapatnya dalam mengkaji perihal konservasi ini, tensi kita tidaklah bersifat apologia terhadap ajaran Islam. Tapi setidaknya, dalam kondisi kekinian, kita menemukan Islam memberikan ajaran yang spesifik dalam persoalan perlindungan terhadap alam.

Dalam sejarah kemanusiaan konservasi alam bukanlah hal yang baru, misalnya pada 252 SM. Raja Asoka dari India secara resmi mengumumkan perlindungan satwa, ikan dan hutan. Peristiwa ini mungkin merupakan contoh terawal yang tercatat dari apa yang sekarang kita sebut kawasan yang dilindungi. Pada sekitar 624-634 Masehi, Nabi Muhammad SAW juga membuat kawasan konservasi yang dikenal dengan hima’ di Madinah. Lalu pada tahun 1084 Masehi, Raja William I dari Inggrismememeritnahkan penyiapan The Doomesday Book, yaitu suatu inventarisasi tanah, hutan, daerah penangkapan ikan, areal pertanian, taman buru dan sumberdaya produktif milik kerajaan yang digunakan sebagai daerah untuk membuat perencanaan rasional bagi pengelolaan pembangunan negaranya. [2] Jadi jelaslah, konservasi sebenarnya merupakan kepentingan fitrah manusia di bumi yang dari masa kemasa terus mengalami perkembangan disebabkan kesadaran kita guna mendapatkan kehidupan yang layak dan mampu memikirkan kelangsungan hidup generasi kini maupun yang akan datang. Maka tidak heran jika praktik konservasi telah ada dalam ajaran Islam.

Institusi konservasi dalam syariat Islam

Semangat konservasi dan pelayaan terhadap pelestarian alam dan lingkungan terdapat cukup banyak dalam istilah yang telah digunakan, baik yang kita temukan di dalam al-Qur’an maupun dalam kitab-kitab klasik. Beberapa diantaranya dalam istilah tersebut disebutkan secara spesifik dalam bentuk praktis yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Beberapa institusi penting yang dapat dipandang sangat vital sifatnya dilihat dalam kondiri terkini yang menyangkut : pembagian lahan, hutan, pengelolaan hidupan liar, pertanian dan tata kota, ada beberapa hal istilah[3]:

    • Ihya al-mawat, menghidupkan lahan yang terlantar dengan cara reklamasi atau memfungsikan kawasan tersebut agar menjadi produktif
    • Iqta, lahan yang diijinkan oleh negara untuk kepentingan pertanian sebagai lahan garap untuk pengembang atau investor.
    • Ijarah, sewa tanah untuk pertanian.
    • Harim, kawasan lindung.
    • Hima, kawasan yang dilindungi untuk kemaslahatan umum dan pengawetan habitat alami.
    • Waqaf, lahan yang dihibahkan untuk kepentingan public (ummat).

Pada prinsipnya, pandangan diatas memang melekatkan secara umum tentang keharusan mengelola lahan secara baik dan benar baik untuk kepentingan manusia maupun kemanusiaan, juga untuk kepentingan alam sekitar termasuk flora dan fauna yang termasuk ciptaan Allah SWT। Enam bentuk dan istilah istitusi ini dapat dijumpai di berbagai literatur tentang pengelolaan negara (seperti kibat al-Ahkam al Sulthaniyah) hingga kitab hukum perdata (Majalla al-Ahkam al-Adaliyyah yang sudah menjadi petunjuk pelaksanaan) dari berlakunya syariat Islam di jaman Turki Ustmani.

Kesimpulan

Hukum syariat Islam mempunyai bentuk-bentuk dasar dan semangat konservasi alam yang baik sebagai referensi. Beberapa prinsip diatas sebenarnya dapat diadaptasi sebagai bentuk dasar dalam konservasi alam melalui syariat Islam. Keperluan konservasi yang semakin kompleks dan meluas, dapat saling mengisi antara enam aspek diatas. Misalnya, apabila lahan di sekitar taman nasional masih diperlukan untuk pembangunan fasilitas taman nasional –yang diadopsi sebagai hima’—dalam syariat Islam, maka masyarakat dapat dilibatkan untuk mewakafkan lahan –sebagai bentuk amaliah–mereka untuk kepentingan konservasi alam.

Demikian pula zona-zona harim, dapat dimasyarakatkan melalui penyadaran kepada masyarakat bahwa melestarikan kawasan aliran air dan jasa ekosistem merupakan anjuran syariat. Maka dengan memahami penerapan syariat yang menganjurkan pada kemaslahatan bersama dan didalamnya adalah unsur ibadah kepada Allah SWT, akan lebih banyak partisipasi ummat dalam menyumbangkan lahan-lahan mereka untuk kepentingan konservasi, Insya Allah.

Wallahu ‘alam

Sumber:Mangunjaya, F.M. 2007. Lingkungan Hidup dan Konservasi Alam dalam Perspektif Islam. Jurnal Islamia. Vol III No 2: 90-96. Pdf

[1] Project Manager for Conservation and Religion, Conservation International Indonesia.
Tulisan ini dipublikasikan di Jurnal Islamia Vol III(2) Maret 2007: 90-96.
[2] John and Kath MacKinnon, G. Child and J. Thorsell. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gaja Mada University Press, Yogyakarta. Hal 1.
[3] Llewellyn, O.1992. Desert Reclamation dan Conservation in Islamic Law. In F.M. Khalid and JO.Brien (eds), Islam and Ecology. WWF-Cassel Pub.London. p 92.

Bagikan Artikel

Recent Posts

AGENDA

Green Islam

Program Kajian Pemikiran Islam (KPI) kembali hadir dengan tema besar “Green Islam” yang berlangsung setiap Sabtu dari 7 September hingga 14 Desember 2024. Program ini

Read More »