Menikmati Himayah, Kawasan Lindung di Arab Saudi

Oleh FACHRUDDIN M MANGUNJAYA; Dekan Fakultas Biologi dan Pertanian Universitas Nasional (UNAS)

 

Arab Saudi menjadi tuan rumah peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia, 5 Juni lalu. Saudi melakukan penghijauan, inisiatif ramah lingkungan, dan melakukan upaya restorasi dan rehabilitasi serta pariwisata alam di kawasan lindung.

Kawasan alami sebagai karunia Tuhan, di mana binatang dan tumbuhan berkembang biak, berhak untuk mendapatkan perlindungan dan pelestarian. Sehubungan dengan pertumbuhan populasi dan industrialisi maka ancaman pada ekosistem alami semakin tinggi.

Sebab itulah kesepakatan global yang mengusung Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB untuk Keanekaragaman Hayati (KKH) menetapkan target 30 persen kawasan alami di muka bumi harus dilindungi. Kesepakatan tersebut tertuang dalan Cunming-Montreal Global Biodiversity Framework atau Kerangka Keanekagaman Hayati Global.

Arab Saudi sebagai salah satu negara penandatangan konvensi mengumumkan Forum Kawasan Lindung Hima –sebuah acara terobosan di kawasan itu yang didedikasikan untuk konservasi dan pelestarian habitat alami dan satwa liar.

Kerajaan Arab Saudi (KSA) memang tengah menggenjot besar-besaran upaya alternatif menumbuhkan ekonominya, termasuk perlindungan kawasan alami dengan target wisata alam.

Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya peta jalan Green Saudi Initiative, dalam upaya KSA mengusung tujuan keanekaragaman hayati global dan kelestarian lingkungan.

Peta jalan ini mencakup target spesifik untuk perlindungan wilayah darat dan laut pada 2025 dan 2030, yang mengusung pendekatan proaktif terhadap konservasi yang dilakukan oleh KSA.

Tiga bulan sebelum Juni 2024, penulis diundang dalam forum Hima pada 21 hingga 24 April. Kegiatannya terdiri dari konferensi yang dihadiri oleh ratusan ahli konservasi kawasan lindung, terutama dari International Union Conservation of Nature (IUCN) dan para ahli kelas dunia yang diundang untuk menata kawasan konservasi di Saudi.

Kegiatan ini terwujud atas dukungan Abdul Rahman Al-Fadli, menteri Lingkungan Hidup Air dan Pertanian dan Ketua Dewan Pusat Nasional untuk Satwa Liar (NCW). Pertemuan diadakan di ibu kota Saudi, Riyadh.

Pertemuan ini menurut NCW merupakan tonggak penting dengan partisipasi lokal dan internasional dalam KSA mencapai target globalnya tahun 2030 dengan capaian perlindungan 30 persen kawasan.

Menurut Dr Mohammed Qurban, CEO National Center for Wildlife, penyelenggaraan forum Hima merupakan komitmen kerajaan dalam inisiatif lingkungan global dan sangat sejalan dengan mandat NCW sebagai pengelola kawasan lindung dan kehidupan liar.

NCW bertugas antara lain melindungi keanekaragam hayati dan ekosistem melalui cara meningkatkan partisipasi komunitas secara komprehensif untuk mencapai upaya perlindungan lingkungan.

Saudi meningkatkan kawalan pada 38 kawasan lindung, yang meliputi perlindungan terestrial negara untuk menjaga air dan lahan. Sebagai upaya memenuhi target global, maka dicanangkan 30 persen dari luas kerajaan terlindungi pada tahun 2030.

Inisiatif Hijau Saudi

Forum menampilkan agenda komprehensif yang diisi dengan diskusi panel dan presentasi oleh para ahli terkenal di bidang kawasan lindung dari seluruh dunia. NCW merupakan Otoritas Nasional untuk Sektor Satwa Liar.

Mereka bergiat melakukan rehabilitasi kawasan, seperti restorasi ekosistem, menanam 10 miliar pohon, dan melakukan introduksi kembali satwa-satwa langka padang pasir Saudi, seperti ibex (kambing gurun), oryx, dan pemangsanya chetah.

Inisiatif ini merupakan bagian dari rencana strategis untuk meningkatkan sistem nasional untuk kawasan lindung, menetapkan arah yang jelas bagi upaya KSA untuk melindungi situs alam vital bagi keanekaragaman hayati.

KSA mengusung inisiatif ambisius 30×30 kerajaan, yang bertujuan melindungi 30 persen wilayah darat dan laut Arab Saudi pada tahun 2030.

Jadi Hima Forum, dalam tujuannya berfungsi sebagai platform bagi para pemimpin global dalam pengelolaan kawasan lindung untuk bertukar pengetahuan dan praktik terbaik, mendorong kolaborasi dan memastikan keselarasan dengan standar internasional.

Menghidupkan Hima

Dalam upaya memenuhi target tersebut, KSA mengintensifkan program perlindungan kawasan, menetapkan kawasan lindung baru, dan juga pemantapan kembali kawasan lindung yang telah lama ada.

Kawasan lindung disebut dengan himayah atau hima. Ternyata sejak zaman khalifah, telah dijumpai kawasan lindung. Beberapa masih bertahan selama lebih dari 14 abad, dan menjadi ekosistem yang terlindung sebagai important bird area (IBA) oleh organisasi konservasi BirdLife.

Sejak didirikan pada tahun 2019, Pusat Nasional untuk Satwa Liar atau National Center for Wildlife (NCW) didedikasikan untuk mengimplementasikan rencana strategis mengatasi tantangan yang dihadapi satwa liar dan ekosistem laut di Saudi.

Organisasi ini, selain memiliki visi melindungi dan mengembangkan satwa liar secara berkelanjutan, juga bertanggung jawab dalam pelestarian dan restorasi satwa di ambang kepunahan.

Melindungi keanekaragaman hayati dan berkomitmen untuk melestarikan sistem lingkungan dan meningkatkan keterlibatan masyarakat untuk mencapai kelestarian lingkungan jangka panjang dan memaksimalkan manfaat sosial dan ekonomi.

Kami berkesempatan mengunjungi hima atau himayah King Khalid, sekitar 1,5 jam dari Riyadh. Hima merupakan bahasa Arab yang artinya kawasan lindung atau protected area.

Nabi Muhammad SAW menetapkan beberapa hima, termasuk Makkah dan Madinah, di mana perburuan dilarang. Khalifah Abu Bakar menetapkan hima di Rabadah dan Naqi.

Hima ini menjadi tempat habitat alami di mana air dan tumbuhan padang pasir, berupa rumput dan belukar dilindungi dari perambahan, tapi dapat digunakan secara berkelanjutan. Misalnya untuk menggembala lebah pada musim bunga serta untuk menyediakan rumput bagi ternak dan kuda kavaleri (di zaman khalifah).

Jadi sebelum ada Yellow Stone yang menjadi model taman nasional dunia, hima adalah pioner kawasan lindung. Pada hakikatnya kawasan lindung ditetapkan untuk mendukung kesejahteraan dan memberikan kesempatan makhluk selain manusia dan juga ciptaan-Nya untuk berdampingan dengan manusia, yang pada ujungnya untuk membantu kesejahteraan manusia.

Seperti menyediakan habitat binatang penyerbuk, menyediakan stok biji bijian, tanaman obat, dan sebagai penjaga tangkapan air. Menyisakan siklus alami untuk memutar siklus oksigen dan karbon sebagai sumber kehidupan.

Hotel untuk serangga

KSA sedang berfokus pada upaya melindungi habitat-habitat asli mereka dan menggiatkan upaya restorasi dan rehabilitasi. Hewan-hewan buruan, seperti oryx dan ibex (kambing gunung) yang pernah punah dan habis diburu, sekarang kembali direhabilitasi dan berhasil.

Kegiatan ini langsung di bawah koordinasi kerajaan melalui NWC, yang melibatkan ahli konservasi alam terbaik di dunia. Kegiatan pemulihan ekosistem juga dilakukan melalui rekayasa dan fasilitasi, bahkan untuk mengembalikan keberadaan serangga dan kumbang pengurai.

Kami yang terdiri dari lebih 50 orang dari berbagai negara berkunjung ke Hima King Khalid yang luas kawasannya mencakup 100 km persegi. Uniknya kawasan ini tidaklah seperti kawasan hutan, melainkan didominasi oleh pasir dan tanah tandus, ditumbuhi rumput-rumput dan sedikit pepohonan.

Sepanjang jalan, jauh mata memandang kami menuju bukit, mirip plateou. Bentang alam geologi, bukit yang terkikis ditumbuhi pohon, dan burung-burung anjar, burung hantu dan walet. Ketika ada hujan, cekungan bukit terisi air, sehingga ada kehidupan yang datang.

Saat kunjungan pada Himayah King Khalid, di Riyadh, kami ditujukkan ‘hotel’ serangga. Hotel tersebut berupa bangunan piramida terbuat dari kayu setinggi 150 cm x 100 cm.

“Ini adalah hotel yang kami maksud, bukan hotel untuk manusia, tapi untuk serangga dan kumbang,” kata Mohammed, yang menjadi pemandu rombongan.

Dia menjelaskan, serangga perlu rumah dan tempat bersembunyi. Sebab suasana kering, di padang yang jarang hujan, bahkan kayu lapuk pun sulit dijumpai. “Hotel ini penting untuk mereka bertahan,“ ujarnya.

Program perlindungan dimulai dengan melestarikan serangga dan mengembalikan mereka untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Hari menjelang Maghrib, ketika kami kemudian kembali dibawa ke tengah padang dan di sana terletak tenda (kemah) yang berdiri kokoh. Bangunan semipermanen ini menyediakan ruang-ruang lengkap dengan listrik, dapur umum, toilet ber-AC, dan ruang pertemuan untuk mengadakan perjamuan dan presentasi ilmiah kegiatan di kawasan lindung.

Seperti lazimnya di Saudi, mereka yang hadir di sana melakukan shalat Maghrib berjamaah tepat waktu. Di tengah padang pasir yang tandus dengan bulan purnama Syawal, pengunjung shalat dengan khusuk, menjadikan kawasan lindung ini terasa sangat agung dengan manusia yang taat kepada Penciptanya.

Kawasan lindung ini kemudian akan terhubung juga dengan upaya Saudi yang sedang membangun kota hijau yang masif dan zero emission, yaitu NEOM. NEOM dibangun membentang sepanjang 170 km dengan lebar 200 meter dan tinggi 500 meter.

Kota ini akan menjadi kota yang ajaib. Penghuninya dapat tinggal secara efisien dan tidak ada kendaraan. Setiap fasilitas dapat dijangkau paling jauh dengan berjalan kaki 15-20 menit. Akan dihuni untuk investasi kota masa depan.

 

Sumber: https://republika.id/posts/53590/menikmati-himayah-kawasan-lindung-di-arab-saudi

Bagikan Artikel

Recent Posts