Pekanbaru– (12/9). Sebagai upaya untuk mendukung program penyelamatan lahan gambut di Provinsi Kalimantan Barat dan Riau, tim peneliti dari Pusat Pengajian Islam Universitas Nasional (PPI UNAS) melakukan penelitian tentang dampak pendekatan agama terhadap program penyelamatan lahan gambut. Penelitian ini merupakan bagian dari program Dai Gambut yang dilaksanakan oleh Badan Restorasi Gambut (BRG) bekerja sama dengan PPI UNAS dan Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup (PLH-SDA) Majelis Ulama Indonesia sejak 2018 lalu.
Penelitian di Kalimantan Barat berlangsung pada Agustus 2019 dan mengambil lokasi penelitian di Desa Kuala Dua dan Tebang Kacang, Kabupaten Kubu Raya dan Desa Sungai Rasau, Jungkat dan Sungai Bakai Besar Darat di Kabupaten Mempawah.
Sedangkan penelitian di Provinsi Riau berlangsung pada September 2109 dengan mengambol lokasi Desa Buantan Lestari, Jati Baru, dan Tuah Indrapura di Kabupaten Siak, serta Desa Sungai Linau di Kabupaten Bengkalis.
Ketua PPI-UNAS Dr. Fachruddin Mangunjaya menjelaskan, penelitian di dua provinsi ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai dampak kegiatan sosialisasi Fatwa MUI No. No.30/2016 tentang Kebakaran Hutan dan Lahan yang dilakukan para dai di tengah masyarakat serta melihat faktor yang menentukan perubahan perilaku masyarakat terkait program restorasi gambut. Hasil kajian ini nantinya akan menjadi bahan evaluasi dan rekomendasi dalam mendukung pelaksanaan program restorasi gambut.
Rangkaian pelaksanaan kajian dilakukan menggunakan metode wawancara dengan kuisioner. Sebelum dilakukan wawancara terlebih dahulu ada ceramah dari para Dai Gambut serta penajaman materi dari BRG dan PPI.
Dalam kesempatan ini, Kepala Kelompok Kerja (KAPOKJA) Sosialisasi dan Edukasi Badan Restorasi Gambut, Dr. Suwignya Utama menyampaikan bahwa mengajak masyarakat bertani yang aman, karena petani binaan BRG sudah memiliki contoh nyata pengolahan lahan di gambut tanpa dibakar, ujarnya.
Suwigyya menyampaikan bahwa sudah ada beberapa petani gambut yang sukses dalam mengolah lahan gambut di wilayah Kalbar dan Kalsel. “Hasil pertanian mereka menghasilkan tanaman yang sangat menjanjikan seperti jahe, daun bawang, dan tanaman lainnya. Lahan pertanian mereka sama sekali tidak menggunakan cara dibakar, tapi hanya dengan menggunakan embio. Embio adalah campuran bahan-bahan alami yang digunakan sebagai pupuk alami sebelum dilakukan penanaman tanaman”, beliau menambahkan.
Ketua PPI-UNAS, Dr. Fachruddin Mangunjaya menyampaikan bahwa sejak terjadi bencana besar kebakaran pada 2015 lalu, MUI Pusat dan beberapa lembaga mengeluarkan Fatwa MUI No.30/2016 tentang KARHUTLA sebagai upaya pencegehan kebakaran hutan khususnya lahan gambut. Sosialisasi fatwa tersebut sudah mulai dilakukan sejak 2017 hingga sekarang, ujarnya.
Beliau menambahkan, “kondisi Bumi sekarang sudah mengalami perubahan iklim akibat dari pemanasan global. Sebagai contoh, bencana kebakaran hutan di Indonesia pada 2015 lalu yang terjadi dalam waktu beberapa bulan saja sudah menyumbang jumlah emisi karbon yang sama dengan negara Jerman dalam kurun waktu satu tahun. Padahal akibat kebakaran tersebut kita tidak menghasilkan apa-apa”.
Pemerintah melalui BRG berharap dengan adanya kegiatan sosialisasi Fatwa MUI No. 30/2016 tentang Karhutla akan menyadarkan masyarakat akan pentingnya hidup yang aman tanpa merusak hutan gambut dan lahan, sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga dan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. (TMM/PPI)
BERITA TERKAIT: