Hasil studi tersebut menunjukkan televisi dan pendamping dipercaya sebagai sumber informasi informasi mengenai penyebaran dan pencegahan Covid-19 bagi kalangan disabilitas dan lansia.
Jakarta (Unas) – Pusat Pengajian Islam (PPI) Universitas Nasional (Unas) luncurkan hasil studi evaluasi Program Perubahan Perilaku Higienis atau Hygiene Behavior Change Coalition (HBCC), pada Senin (19/09) secara hybrid di Unas. Studi tersebut dilakukan dalam upaya pencegahan Covid-19 di kalangan disabilitas, lansia, dan para pandampingnya di wilayah Jakarta Utara dan Kabupaten Bandung Barat.
Ketua PPI Unas, Dr. Fachruddin Mangunjaya menuturkan, studi ini juga merupakan bagian dari konsorsium global London School of Tropical Medicine (LSHTM) untuk Koalisi HBCC yang dilakukan di empat negara yaitu Bangladesh, Kenya, Indonesia, serta Zamba dalam upaya menghentikan penyebaran Covid-19.
“Di Indonesia sendiri, studi dilakukan pada Januari hingga Juli 2022 melalui survei terhadap 340 responden yang terdiri dari 173 penyandang disabilitas, dan 167 non disabilitas. Peneliti juga melakukan wawancara mendalam dengan sejumlah tokoh kunci, siswa disabilitas, lansia disabilitas, organisasi pelaksana HBCC, guru, perwakilan pemerintah, dan tokoh masyarakat lainnya,” ujarnya dalam keterangan rilis yang diterima oleh Humas Unas.
Peneliti PPI Unas, Yesi Maryam mengatakan, hasil studi tersebut menunjukkan bahwa penyandang disabilitas merupakan kelompok yang rentan terinfeksi virus Covid-19. Sebanyak 37% responden dari kalangan disabilitas menyatakan pernah mengalami gejala Covid-19 seperti batuk, bersin, dan demam, serta 67% diantaranya telah divaksin Covid-19.
“Penyandang disabilitas dan lansia merupakan kelompok yang rentan terinfeksi virus Covid-19. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan dan kesulitan dalam menjangkau sarana air dan sanitasi serta layanan kesehatan jika dibandingkan dengan non disabilitas. Studi ini bertujuan untuk melihat inklusivitas dan efektivitas program HBCC dalam menjangkau kelompok disabilitas itu”, jelasnya.
Yesi melanjutkan, lebih dari 80% responden mengetahui bahwa Covid-19 dapat menyebar melalui batuk dan bersin. Cara pencegahannya pun dapat dilakukan melalui kegiatan mencuci tangan secara rutin, memakai masker jika keluar rumah, serta menjaga jarak.
“Selain itu, tingginya pengetahuan responden terkait dengan perilaku higienis semasa pandemi Covid-19 dikarenakan gencarnya pemberitaan dan kampanye di media televisi, serta keberadaan para pendamping seperti keluarga, guru, dan tentangga di lingkungan orang dengan disabilitas dan lansia. Buktinya, lebih dari 75% kelompok disabilitas menyatakan mendapat informasi dari televisi, diikuti informasi dari pendamping sebesar 40%, dan kampanye komunitas mencapai 38%”, tuturnya.
Senada dengan hal tersebut, Peneliti Studi ini Paramita B. Utami juga menuturkan bahwa kelompok pendamping terdekat seperti keluarga, tetangga, kader kesehatan, dan aparat pemerintah merupakan figur yang sangat penting di masa pandemi.
“Mereka adalah kelompok yang lebih dipercaya terkait masalah kesehatan. Mereka sangat berperan penting dalam membantu kelompok disabilitas dan lansia untuk menghadapi keterbatasan dalam mengakses layanan air dan sanitasi, fasilitas kesehatan, serta perilaku higienis lainnya”, imbuh Paramita.
Lebih lanjut, Ia berharap hasil studi ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah dan pengelola program untuk mengembangkan kebijakan yang inklusif, dengan melibatkan kelompok disabilitas dan lansia dalam berbagai program pembangunan dan kesehatan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Nasional Disabilitas, Dante Rigmalia mengatakan, penelitian ini merupakan sebuah pembuktian bahwa keluarga memiliki posisi yang sangat penting dalam memberikan pendampingkan kepada penyandang disabilitas dan lansia mengenai kesehatan.
“Selain keluarga, media juga menjadi hal utama yang dapat berperan aktif sebagai campaign awareness untuk mencegah penyebaran Covid-19. Semoga riset ini bisa dikembangkan dan juga perlu adanya pendalaman sesuai dengan keragaman disabilitas yang ada, sehingga dapat memberikan manfaat bagi HBCC”, paparnya.
Sementara itu, Child Protection Specialist Save the Children Indonesia, Yanti Kusumawardhani menuturkan, mengingat peran keluarga dalam upaya HBCC sangat signigfikan, maka dibutuhkan pendekatan socio-ecological yang menyadasar kepada anak, keluarga, masyarakat, serta society.
“Pendekatan ini dilakukan kepada anak dengan memberdayakan mereka agar memahami bagaimana mencari pertolongan, penguatan keluarga dengan pengasuhan positif dan non diskriminasi juga tanpa kekerasan, mendukung masyarakat untuk dapat melindungi semua anak termasuk anak penyandang disabilitas dari kekerasan dan merubah norma sosial, serta sistem kelembagaan dan kerangka kebijakan yang mendukung pemerintah penyandang disabilitas”, jelasnya.
Menanggapi diseminasi ini, Wakil Rektor Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni Unas Dr. Suryono Efendi, S.E., M.B.A., M.M., mengatakan, semoga hasil studi ini dapat memberikan masukkan bagi pemerintah maupun lembaga-lembaga masyarakat mengenai pencegahan Covid-19 di kalangan disabilitas dan lansia.
“Kami dari Unas menyambut baik kegiatan positif ini, semoga melalui PPI, Unas dapat terus melahirkan studi yang bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat, terutama mengenai Covid-19 yang masih berada di tengah-tengah kita”, pungkasnya.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh beberapa pusat-pusat studi di lingkungan Unas, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Indonesian Women, Water and Sanitation and Hygine, International Centre for Diarrhoeal Disease Research Bangladesh, Perwakilan Kementerian Pendidikan Nasional, Perwakilan Kementerian Kesehatan, Perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Perwakilan UPT Dinas Layanan Disabilitas dan Inklusif, dan lain-lain. (NIS)
Foto kegiatan: Desimnasi Hasil HBCC di UNAS
Sumber unas.ac.id