PADANG – PPI-UNAS –Tim Lubuk Larangan PPI UNAS kembali ke lapangan untuk mengadakan ground cek titik-titik lubuk larangan di dua propinsi, yaitu: Jambi dan Riau, pada 9 sampai 19 September 2022.
“Ini adalah kegiatan tahun ke dua, melanjutkan survei dan penjelajahan lubuk larangan di Jambi lalu Riau, Sumatera, jelas Dr Fachruddin Mangunjaya, sebagai ketua rombongan Jambi. Adapun tim riset Propinsi Riau dipimpin oleh Dr Aadrean, dari Universitas Andalas.
Penelitian telah dilakukan dua tahun sejak 2021-2022; ‘Selama dua tahun, kami berharap untuk menghasilkan makalah dan gelar master dalam tesis biologi. Juga berharap studi ini akan memberikan kontribusi untuk pemahaman yang lebih baik tentang model Indonesia dalam perlindungan sungai dan keberlanjutan, jelas Dr Fachruddin.
Selain itu, kunjungan dilakukan ke Sumatra Barat dan dilakukan penyerahan Peta lubuk larangan di Sumatera Barat kepada Dinas Kelautan dan Perikanan DKP Sumatera Barat. Peta tersebut pembuatannya dibantu oleh tenaga millennial, mahasiswa tingkat akhir dan S2 Univ Andalas.
Lubuk Larangan di Provinsi Jambi
Tim survei di jambi melakukan kunjungan ke beberapa dusun yang ada di kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo . Dusun yang dikunjungi yaitu Laman Panjang, Buat, Lubuk beringin, Senamat ulu dan Sungai Telang.
Menurut Nurdin kepala camat Bathin III Ulu, “Sungai yang ada di kecamatan Bathin III Ulu masih sangat jernih airnya lewat kecamatan ini sudah mulai keruh, karena kalau sungai sudah mulai keruh karena aktivitas peti (penambangan emas ilegal) dan tercampurnya air raksa lubuk larangan tidak ada isinya lagi, ikan tidak sanggup, akan mati. Peraturan yang ada juga belum terbentuk Peraturan Desa (PERDES) masih kesepakatan antara datuk rio (kepala dusun) beserta jajarannya dan masyarakat ” Ujarnya
Berdasarkan informasi, lubuk larangan di Kabupaten Muara Bungo terdiri dari lubuk larangan Kp. Tebat, lubuk Mayan, Lubuk Rantau Pandan, dan Muara Buat, sedangkan di Kecamatan Bathin Tiga dijumpai sekitar 17 lokasi Lubuk Larangan.
Lubuk Larangan di Provinsi Riau
Sebelum turun ke lapangan, tim berkesempatan untuk audensi dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Riau, Bapak Ir. H. Herman Mahmud, M.Si beserta jajarannya. ” Provinsi Riau dianugerahi berbagai jenis ikan air tawar yang luar biasa, dan tantangan perlindungan spesies-spesies ini cukup besar. Kami mendukung sekali dengan adanya riset lubuk larangan ini dan kami terbuka jika ada riset bersama agar spesies ikan air tawar ini bisa terus lestari” imbuhnya.
Tim survei di Riau melakukan kunjungan di empat Kabupaten yaitu Bangkinang, Sika, Rokan Hulu dan Kuantan Sengingi. Seperti lubuk larangan di Desa Sungai Salak, Rokan Hulu yang dikelola oleh pemerintah desa dan pembibitannya oleh DKP kabupaten. Lubuk larangan ini juga menarik karena ekosistem berada di kawasan perkebunan sawit yang dimanfaatkan pemerintah desa untuk dijadikan lubuk larangan. Panjang zona lubuk larangan di desa ini yaitu 5 km dan 1 km. “Alhamdulillah, sejak adanya lubuk larangan ini jenis-jenis ikan yang dulu hilang sekarang ada kembali dan Desa Sungai Salak lebih dikenal masyarakat khususnya di Rokan Hulu karena Bapak Bupati pernah ikut berpartisipasi dalam panen raya acara kami,” kata kepala desa Rokan Hulu.
Ada juga Lubuk Larangan, Lubuk Bendahara. sungai yang dijadikan lubuk larangan merupakan sungai yang cukup besar, perkiraan lebarnya adalah +100 meter , dengan panjang sungai yang di jadikan wilayah libuk larangan + 1 kilometer. Lubuk larangan ini di buat sejak 2,5 tahun yang lalu (2019) dengan persetujuan masyarakat dan pemerintah desa lubuk bendahara , hasil panen tertinggi pernah menghasilkan sekitar 20 juta rupiah, dipanen sekali setahun. Ikan yang di panen merupakan ikan asli dari sungai tersebut sedangkan jenis ikan hasil bibit yang diberikan pemerintah tidak terlalu berkembang. (ppi)
Lihat foto: