Dalam kegelisahan sebagai seorang Filsuf, STA kemudian mendirikan Pusat Pengajian Islam, beliau mendirikan lembaga ini untuk berkontribusi bagaimana Islam dapat menjawab tantangan zaman. Berdirinya PPI tidak lepas dari pikiran Takdir yang mempunyai visi jauh kedepan. Semoga ini semua menjadi amal baik beliau, Amin…
Berikut ini esai yang dikutip, tentang cita cita dan tugas Pengajian Islam (Islamic Studies), ditulis oleh beliah dalam Buku Pemikiran Islam Dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Manusia. Dian Rakyat Jakarta.
oleh Prof Dr Mr. Sutan Takdir Alisjahbana
Sejak Universitas Nasional dapat mengumpulkan fakultas-fakultas dan jurusan-jurusanya yang berserak-serak di beberapa bagian kota Jakarta di Kampus Jalan Sawo Manila di Pejaten ini, telah selayaknya lah dimulainya memikirkan dengan lebih sungguh-sungguh, tenang dan terperinci perkembangannya di masa yang akan datang, baik dilihat dari jurusan materi, yaitu bangunan-bangunan dan alat-alat perlengkapan maupun dari jurusan rohani.
Dalam perkembangan rohani telah beberapa usaha dijalankan untuk membuat Universitas Nasional sejauh mungkin meruaskan diri dan menaikkan mutu mendaki keadaan Universitas yang layak dewasa ini. Satu daripadanya adalah mengemukakan kepentingan bahasa Inggris berhubungan dengan lemahnya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu dan bahasa moderen maupun berhubung dengan kedudukan bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional.
Kedua mendirikan Jurusan Bahasa dan Sastera Jepang maupun usaha untuk mendirikan Pusat Pengajian Jepang atau Center for Japanese Studies yang dipimpin Prof. Dr. Arifin Bey. Di sisi ini diusahakan perbaikan ke segala penjuru, ke tiap-tiap fakultas dan jurusan yang adalah merupakan pekerjaan yang berat dilihat dari kelesuan yang terdapat sekarang dalam kehidupan Universitas di negeri kita. Satu hal lagi, mulai tahun ini kita akan berusaha mengadakan apa yang biasa disebut di luar negeri summer courses, yaitu kursus ilmiah dan keterampilan untuk memberi kesempatan kepada mahasiswa maupun khalayak ramai menambah pengetahuannya dalam perkuliahan dan kursus yang pendek, tetapi intensif selama libur besar bulan Juli, Agustus dan September.
Dalam suatu negara seperti Indonesia yang penduduknya sekitar 90% beragama Islam, dan yang menghadapi bermacam-macam soal yang sekaliannya dapat disimpulkan dengan perkataan keterbelakangan dan kemiskinan du dakan avad ke-20 ini, tidak bisa tidak, Islam sebagai agama maupun sebagai dasar yang penting dari pertumbuhan kebudayaan, mestilah mendapat pemikiran keseluruhan yang lebih luas dan lebih dalam, agar ia dapat menjadi faktor yang penting sebagai pengilhami dan pemikul perkembangan bangsa dan negara Indonesia dalam zaman moderen yang amat cepat berubah dan majunya. Dalam hubungan ini tentulah kita harus sdar bahwa kedudukan agama Islam, dan terutama sekali kebudayaan yangdilahirkan oleh agama itu, sejak berabad-abad, yaitu sejak abad ke12 dan ke-13 kurun Masehi dalam keadaan mundur kalau dibandingkan dengan kebudayaan-kebudayaan yang lain, terutama sekali kalau dibandingkan dengan kebudayaan Eropa dan Amerika yang biasa disebut kebudayaan Barat yang bangkit dalam zaman Renaissance.
Dan kalau kita pertimbangkan juga, bahwa Indonesia dengan duduknya yang hampir 200 juta jiwa itu merupakan negara yang penduduk Islamnya terbesar jumlahnya di seluruh dunia, maka tidak boleh tidak, umat Islam di Indonesia mempunyai tanggung jwab besar terhadap Islam sebagai agama dan kebudayaan umat manusia yang sekitar 5-600 juta jumlahnya, apalagi kalau kita pikirkan bahwa di sebagian besar dunia Islam, sepertidi Timur Tengah, sejak berpuluh tahun terdapat pergolakan yang tak habis-habisnya, baik perselisihan antara sesama pemeluk agama Islam maupun perselisihan antara golongan Islam dengan golongan-golongan yang lain. Dilihat dari jurusan ini umat yang beragama Islam di Indonesia yang hidup dalam keadaan yang relatif tenang mendapat tugas dan tanggung-jawab yang besar untuk turut memikirkan kedudukan Islam sebagai agama maupun sebagai dasar kebudayaan di Tengah-tengah kerisis segala agama dan segala kebudayaan seperti belum pernah terdapat dalam sejarah.
Pergolakan yang paling berat tentulah pergolakan politik antara negara-negara seperti terjelma dalam perlombaan persenjataan yang memakan uang hampir US $1.000.000.000.000 setahun, sedangkan di sisi itu telah ada senjata bom nuklir yang dapat menghancurkan bumi kita beberapa kali.
Di sisi itu terdapat juga perjuangan ekonomi yang dalam keadaan seperti sekarang ini nampaknya tidak akan mudah diatasi dalam waktu yang singkat, karena pertarungan antara negara-negara maupun antara golongan-golongan ekonomi terlampau besar, sedangkan kemajuan ilmu dan teknologi yang mempengaruhi ekonomi dan masyarakat adalah amat cepat. Persaingan antara negara-negara tentang ekonomi akan berjalan terus. Negara-negara yang dapat menghasilkan barang yang murah menghendaki pasar bebas, sedangkan negara-negara yang menghasilkan barang yang mahal, menghendaki proteksi barang-barangnya. Demikian sulit dicapai kesepakatan dalam keadaan yang penuh perpecahan sekarang.
Tetapi dalam lapangan agama pun soal-soal yang kita hadapi tidak kurang berat dan sulitnya. Kita sekaliannya tahu, bahwa sejak perkembangan manusia dari zaman Renaissance dengan memalui kemajuan ilmu dan teknologi dalam revolusi industry, dalam zaman Pencerahan dan dalam abad ke-19, dimana – mana kedudukan agama boleh kita katakana mundur, terdesak oleh kemajuan kehidupan yang disebut kehidupan sekuler. Pokok dari segalanya yaitu adalah zaman Revolusi Perancis, ketika agama Kristen di Eropa lenyap kekuasaan politiknya,dan agama menjadi soal pribadi semata.
Dunia bertambah lama bertambah sekuler, dikuasai oleh kemajuan ilmu dan ekonomi,yang didorong oleh kemajuan teknologi. Manusia tidak memerlukan sokongan, dorongan maupun pemimpin agama dalam kemajuan dunianya. Sementara itu kita tahu dalam krisis yang besar sekarang ini, perkembangan kebudayaan sekuler yang bermula pada pembebasan manusia dari kehidupan agama di zaman Renaissance itu, telah mencapai puncaknya dan menghadapi bermacam-macam kesulitan, yaitu bukan saja bermacam-macam pertentangan masyarakat dalam masyarakat, tetapi juga bermacam-macam penyakit jiwa seperti kekosongan, kehilangan tujuan dan arti hidup, sehingga tak kurang dari seorang ahli jiwa yang besar seperti Jung, terus terang berkata, bahwa oenyakit jiwa yang bertambah lama bertambah umum dalam dunia modern hanya akan dapat diatasi dengan menumbuhkan kembali keyakinan agama.
Kesulitannya dalam hal ini adalah bahwa agama yang diwarisi dari masa yang lampau itu bermacam-macam bentuknya. Dalam keuniversalam logika, hokum alam dan pengetahuan berkat kemajuan ilmu, kepercayaan, ibadah dan konsep agama yang sangat berbeda-beda itu sangat meragukan dan membingungkan manusia modern.
Demikian apabila Hendrik Kraemer dalam bukunya World Cultures and World Religions; The Coming Dialogue berkata, bahwa semua agama dalam keadaan krisis yang harus dipahamkan betul-betul, mungkin sekali ucapannya itu juga mengenai agama islam, yang boleh kita katakan sejak beberapa ratus tahun tidak dapat menjadi inspirasi,pokok landasan perjuangan umatnya untuk mendapat kedudukan yang baik dalam dunia yang dikuasai oleh kemajuan ilmu, kemajuan teknologi dan kemajuan ekonomi. Dengan demikian nyatalah bagi kita bahwa soal yang dihadapi oleh umat islam, baik di Indonesia maupun seluruh dunia, adalah soal yang besar. Dan soal yang besar itu sejalan dengan apa yang dinamakan krisis umat manusia sekarang ini, yang bermacam-macam bentuknya, dan yang dilihat dari suatu pihak sangat membahayakan karena perlombaan persenjataan dan penciptaan bom nuklir yang diakibatkannya.
Dalam hubungan yang luas inilah bangkit pikiran dalam lingkungan Universitas Nasional, baik mahasisa maupun dosennya, yang bertambah lama bertambah taat melakukan ibadahnya dalam melakukan ibadah dalam lingkungan Kampus, untuk sekaligus mengadakan suatu Pusat Pengajian Islam atau dalam bahasa Inggris Centre of Islamic Studies, untuk dengan tanggung jawab yang penuh dapat memberi sumbangan kepada bangsa Indonesia, umat Islam maupun umat manusia.
Pada pikiran saya untuk keadaan sekarang ini sangat tepat. Seperti saya katakan tadi, sebagai negara yang penduduknya hampir sembilan puluh persen memeluk agama Islam telah tibalah masa di Indonesia mulai dipikirkan dengan sungguh-sungguh dan objektif hingga mana agama dan kebudayaan Islam dapan menyumbang pada pembangunan dan modernisasi di Indonesia. Dalam hubungan international di tengah perselisihan antara kebudayaan-kebudayaan Islam yang bermacam-macam penjelmaannya sepanjang sekarah dan yang dewasa ini saling bertentangan antara yang satu dengan yang lain, telah tibalah masanya untuk mengadakan pemikiran yang sunggu-sungguh dan objektif agar agama Islam dapat memberi sumbangan perdamaian untuk kemajuan dan kemakmuran bersama.
Kalau dilihat dari sejarah, sesungguhnya hingga sekarang dari pihak Indonesia tak banyak pikiran-pikiran yang disumbangkan untuk pemikiran agama Islam maupun kebudayaan Islam di seluruh dunia. Telah pantaslah bangsa Indonesia yang hidup paling jauh dari pusat-pusat lahirnya dan perkembangan Islam, yang sekarang sedang dalam kancah pergolakan, untuk mengemukakan pikiran-pikiran yang sungguh-sungguh dan sesuai dengan tuntunan zaman kita, ketika dunia telah jauh bersatu dan umat manusia sedang menghadapi bermacam-macam soal dan ancaman karena perkembangan ilmu dan teknologi yang sekarang amat majunya.
Dalam hal ini ada beberapa perkembaganyang menyongkong usaha umat Islam di Indonesia untuk tampil kedepan mengadaan pemikiran-pemikiran baru itu. Yang saya maksud di sini adalah bangkitnya Pancasila di negeri ini yang meskipun 40 tahun yang akhir ini sering menghadapi tantangan dari sejumlah orang Islam, tetapi sebenarnya bertambah lama bertambah jelas memberi dasar bagi perkembangan agama dan kebudayaan Islam di Inonesia oleh karena Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjadi sila pertama Pancasila itu adalah Tuhan Yang Maha Esa Islam disebut Allah.
Bahwa Allah adalah pusat segala pemikiran keislaman, pusat tauhid Islam tak sah saya terangkan lagi di sini. Dalam hubungan ini ada suatu cahaya yang baik, yaitu bahwa perkataan Allah yang merupakan Tuhan Yang Maha Esa itu dipkai juga oleh golonga Katolik dan golongan Kristen di Indonesia, sehingga kedua agama yang berpokok pada sejarah yang sama itu telah mengadakan suatu langkah yang lebih mendekat. Dalam hubungan ini agama Islam, yang berpokok pada Qur’an, yang menganggap bahwa semua agama itu sama, yaitu agama Tuhan sepert ditercantum dalam Surat Al- Baqarah ayah 136, mendapat suatu landasan untuk mengadakan kerjasama yang sebaik-baiknya antara orang-orang yang beragama di Indonesia.
Pada ketika kebudayaan manusia yang merupakan hasil ciptaan manusia sendiri sedang mengalami krisis, malahan menghadapi bahaya yangsebesar-besarnya tidak bbisa dituntut dari manusia untuk memikirkan kembali kedudukan dirinya sendiri dalam lingkungan atau di bawah lingkupan rahasia ke mahagaibandan kemaha-kuasaan Allah. Dalam hal ini pun Islam memberikan kepada manusia tanggung jawab yang sebesar-besarnya sebagai makhluk yang tertinggi, lebih tinggi daripada malaikat, yaitu kedudukan khalifah atau wakil Tuhan di dunia (lihat Surat 11 ayat 31, 32, 33, 34 dan Surat XXXII ayat 9). Jelaslah dalam keadaan krisis di dunia yang maha besar sekarang ini manusia harus bersatu sebagai wakil Tuhan di dunia dan memikul tanggung jawab yang sebesar-besarnya.
Dalam pemandangan ini pun golonga Islam dalam rasa ketaklukan dan penyerahan kepada Tuhan serta kesoliderannya dengan semua agama dan seluruh umat manusia patutlah memelopori semungkin-mungkinnya usaha untuk perdamaan, untuk kesejahterahan umat manusia, sebagai makhluk yang ditunjuk oleh Tuhan menjadi wakilnya di dunia ini.
Telah banyak ditulis tentang kedudukan ilmu dalam agama, pemandangan hidup dan kebudayaan Islam dan saya pun telah beberapa kali menulis tentang itu. Dengan demikian di sini bukanlah tempatnya saya membicarakan panjang lebar tentang kedudukan ilmu dalam Islam, baik berdasarkan Qur’an di mana dinyatakan Tuhan memberikan kepada manusia akal, dan dengan akalnya ia dapat mengetahui hokum-hukum alam, yaitu hokum Tuhan sendiri, maupun berdasarkan Hadits yang antara lain menyatakan bahwa Rasulullah pernah berkata, bahwa orang yang meningkatkan rumahnya untuk menuntut ilmu adalah di jalan Allah dan bahwa tinta seorang ahli ilmu adalah lebih suci dari darah seorang yang mati sahid. Dan sejarah Islam dari abad ke-8 sampai abad ke-13 memberikan bukti kepada kita bagaimana agama Islam dapat mendrong kemajuan ilmu ke segala penjuru.Yang jelas ialah bahwa perubahan yang terbesar yang harus berlaku dalam kebudayaan Islam sekarang ini adalah berjuang kembali untuk merebut ilmu yang dalam 500 tahun yang akhir ini amat cepat berubah. Umat Islam tidak bias tidak mesti berusaha keras agar kemajuan ilmu dan pengetahuan berpindah kembali ke tangan mereka seperti di zaman keemasan kebudayaan Islam.
Jelaslah pula bahwa dalam hubungan ini taklah pantas di dunia ini terdapat kemiskinan. Kemiskinan yang kita lihat berhari-hari melalui TV di Afrika sekarang, sebenarnya adalah suatu penghinaan kepada martabat umat manusia, dan terutama golongan Islam yang mesti merasa kelemahannya dalam dirinya, tidak dapat membantu mng-atasi hal yang demikian, karena kekurangan ilmu, usaha maupun tenaga dewasa ini. Di sini baik saya nyatakan bahwa kewajiban zakat dan fitrah sebagai rukun Islam jangan disalah-artikan bahwa Islam selalu menghendaki dunia yang berfakir-miskin dan beryatim piatu. Aturan zakat fitrah itu diadakan dalam zaman ketika sesungguhnya banyak yatim-piatu dan fakir miskin, sedangkan organisasi masyarakat belum lengkap untuk memungut pajak dengan efisien, sehingga beban yatim piatu dan fakir miskin itu dapat menjadi beban wajar bagi negara seperti adlam welfare state. Di zaman kita orang yang miskin, tidak berpneghasilan berhak atas kehidupannya yang layak atas biaya Negara.
Berhubung dengan ini jelas pula bahwa agama Islam adalah agama kemakmuran. Amat banyak ayat-ayat Qur’an yang menghendaki manusia berusaha mendapat rejekinya berdasarkan pengetahuannya tentang alam dan memakai alam itu untuk dirinya, dengan batas-batas yang ditentukan oleh etik Islam, Tak masuk akal bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai seorang saudagar tidak memikirkan kehidupan ekonomi umatnya dan terang, bahwa lembaga sembahyang Jum’at atau rukun haji itu selain dilihat dari kekudusan rukun ibadat agama dapat juga dipahamkan sebagai usaha memajukan ekonomi. Tentang ini saya tunjukkan karangan yang pernah saya tulis, yaitu Pembangunan Ekonomi dan Etik Ekonomi Islam.
Inilah sebenarnya dasar pemikiran yang berdiri di belakang usaha untuk mendirikan Pusat Pengajian Islam, yaitu bagaimana dalam usaha pembangunan dan modernisasi dalam Negara dan kekacauan di dunia Islam dan di dunia yang luas sekarang dapat menjadikan agama Islam dan kebudayaan Islam factor yang penting kembali untuk mencapai kemajuan, kemakmuran maupun perdamaian dan kebahagiaan umat manusia dalam dunia yang telahamat mengecil oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Dalam Pusat Pengajian Islam itu tentulah akan menjadi pokok pengajian, yaitu penyelidikan dan pemikiran ilmiah dan objektif, hingga manakah Qur’an, Hadist, Syariat maupun sejarah Islam harus ditafsirkan kembali dalam kelemahan dan kekuatan kebudayaan modern, sehingga agama Islam yang berpusat pada tauhid dan kesamaan manusia sebahai makhluk tertinggi dan khalifah Tuhan di dunia, dapat melakukan tanggungjawab dan tugasnya menyelamatkan bumi dan umat manusia dan memberikan, kepadanya kemakmuran dan kearifan yang selayaknya, Setelah beberapa kali mengadakan perundingan pada permulaan bulan Januari, tahun ini oleh Rektor Universitas Nasional diangkat Panitia Perancangan Pusat Pengajian Islam sebagai badan pasca sarjana. Panitia terdiri para alumni, dosen dan anggota pimpinan Universitas Nasional dan dipimpin oleh Tuan Drs. Lukman Harun. Panitia menyerahkan kepada Tuan Ir. Sjahroel Sjarif, yang mendirikan Kampus Universitas Nasional ini, untuk merancang bangunan untuk Pusat Pengajian Islam itu yang luasnya lira-lira 30×30 M2 . Tingkat yang pertama diperuntukkan bagi perpustakaan yang cukup luas untuk mengaakan pengajian agama Islam, perbandingan agama, filsafat dan ilmu yang lain. Tingkat yang kedua akan menjadi tempat perkuliahan, seminar dan musyawarah, maupun perkantoran yang diperlukan. Tingkat yang ketiga adalah untuk tempat melakukan shalat dan di atasnya menjulang suatu menara yang 3x tinggi bangunan di bawahnya.Di puncaknya ialah tempat mengumandangkan azan dengan memakai kelengkapan dan perbahasaan yang cukup melambangkan pikiran-pikiran Pusat Pengajian Islam.
Pada tanggal 9 Januari 1985 Panitia menghadap Menteri Agama untuk menyampaikan cita-cita pendirian Pusat Pengajian Islam ini serta minta kepada beliau untuk mengadakan ceramah sebagai pembukaan permulaan usaha mendirikan Pusat Pengajian Islam ini. Sementara itu pada bangunan Kampus ini telah dibukakan sebuah ruang tempat sementara terpusat usaha mendirikan Pusat Pengajian Islam ini. Di ruang ini akan diadakan berbagai usaha perancangan dan pertukaran pikiran yang dianggap perlu, yang menuju kearah yang dimaksud.
Mudah-mudahan dalam usaha ini Universitas Nasional akan mendapat bantuan, sokongan dari berbagai jurusan dan mudah-mudahan berhasillah kita menggerakkan umat Islam untuk mendorong dan menyokong bangkitnya kebudayaan Islam yang berpengaruh bukan saja untuk pembangunan di Indonesia tetapi juga untuk perdamaian dan kesejahteraan umat manusia.
(Dikutip dari Essay Sutan Takdir Alisyahbana,diterbitkan oleh Dian Rakyat Tahun 1990)
Selanjutnya artikel lengkap (Pdf) dapat dibaca pada link berikut :