Membuka Pendekatan Agama, Mengubur Angka Sanitasi yang Buruk

JAKARTA, KOMPAS.com – Target tujuan pembangunan milenium (Millennium Development Goal- MGD) untuk sanitasi masih perlu mendapat perhatian khusus bukan hanya oleh pemerintah, namun juga seluruh lapisan pemerintah. Target itu sudah selesai di 2015 lalu sehingga harus ditemukan metode-metode lebih cepat, murah dan berkelanjutan untuk meningkatkan akses sanitasi yang layak di Indonesia.

Demikian dikemukakan Wakil Ketua Pusat Pengajian Islam Universitas Nasional, Dr Fachruddin Mangunjaya, Rabu (27/1/20160, menanggapi terkait penandatangan kerjasama Unas dengan dengan Global One di bidang kemanusiaan, air, sanitasi dan higienitas (Water, Sanitation and Hygiene/WASH) tahun ini. Global One, organisasi non-profit itu memberikan hibah kepada Unas untuk menjalankan berbagai program terkait WASH.

12522937_10208851804160292_3238916828843002910_n
Kerjasama WASH –Penandatanganan MoU antara UNAS, diwakili oleh Dr Eko Sugianto,    Global One oleh Ms Shanza Ali, Asia Manager for WASH,  Ketua PLHSDA MUI, Dr Hayu Prabowo  dan Indonesia Women for Water, Sanitation and Hygiene (IWWASH) oleh Prof Ernawati Sinaga, penandatangan ini juga disaksikan oleh Chief WASH UNICEF, Dr Aidan Cronin

Fachruddin mengatakan, salah satu upaya dilakukan untuk ikut mendukung pencapaian sanitasi layak itu adalah pendekatan sosialisasi melalui komunitas keagamaan, dalam hal ini Islam, sebagai agama mayoritas di Indonesia. Sehubungan dengan itu Unas sudah menyiapkan beberapa program untuk mengimplementasikan program itu bekerjasama dengan Global One.

“Antara lain melakukan sosialisasi dan melatih para pimpinan pesantren dan masjid tentang materi WASH,” ujar Fachruddin.

Dia mengakui bahwa akses terhadap air bersih dan sanitasi masih menjadi masalah utama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Hampir 50 persen rumah tangga di wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia belum menyentuh layanan dasar ini dengan baik.

Data itu diperkuat dengan laporan PBB tiga tahun lalu yang memaparkan 10 negara dengan jumlah tertinggi hidup tanpa sanitasi layak. Tercatat, India di nomor urut pertama dengan 626 juta orang hidup tanpa sanitasi memadai, 60 persen dari jumlah orang yang masih BAB sembarangan di seluruh dunia.

Adapun Indonesia ada di urutan kedua dengan 63 juta orang yang tidak memiliki toilet. Posisi itu diikuti masing-masing oleh Pakistan (40 juta), Etiopia (38 juta), Nigeria (34 juta), Sudan (19 juta), dan lainnya.

“Pada akhirnya sistem air bersih dan sanitasi yang baik akan menghasilkan manfaat ekonomi, melindungi lingkungan hidup, dan vital bagi kesehatan manusia,” ujarnya.

Menyambung upayanya itu, lanjut Fachruddin, ke depannya Unas dan Global One akan menjalankan kampanye program WASH dan dikaitkan dengan nilai-nilai agama yang diharapkan dapat lebih diterima oleh masyarakat di Indonesia yang mayoritas beragama muslim.

Lebih dari itu, lanjut dia, kegiatan ini bisa membantu program pemerintah dalam menempuh target Sustainable Development Goals yang menjadi acuan kerangka pembangunan dunia tahun 2015 – 2030. Salah satu goals dari program pemerintah itu masih fokus pada persoalan air dan sanitasi.

“Yaitu memastikan ketersediaan dan pengelolaan yang berkesinambungan atas air dan sanitasi ke semua orang. Untuk itu, perlu kita berikan pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya air dan sanitasi terlebih dahulu,” kata Fachruddin.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama Global One juga melakukan penandatanganan kerjasama dengan Indonesia Women for Water, Sanitation and Hygiene (IWWASH). IWWASH adalah jejaring perempuan yang bergerak di bidang WASH dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Kami lihat ada gap cukup besar untuk permasalahan ini, padahal Islam punya solusinya. Kami ingin menghapus gap itu melalui pendekatan agama. Indonesia merupakan prioritas dari program yang akan kami jalani, karena merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia,” ujar Shanza Ali, Asia Programme Manager Global One.

Bagikan Artikel

Recent Posts

NEWS & EVENTS

Membumikan Perjanjian Al-Mizan

Para ulama, cendekiawan, dan aktivis lingkungan muslim baru saja melahirkan Perjanjian Al-Mizan. Upaya menjaga masa depan bumi dan peradaban. Koran Tempo, Senin, 18 Maret 2024

Read More »