Dibalik Kunjungan ke Hutan Wakaf: Dua Keanehan Alam Liar

Apakah pernah mendengar tentang hutan wakaf?
Iya, ada di Aceh. Sebuah negeri yang sangat menjunjung tinggi Iman dan Islam dan keistiqomahan penduduknya untuk menjalankan syariat.

Setelah beberapa kali Sdr Akmal Senja membujuk: inginlah  saya mengunjungi hutan wakaf, sampai sebuah  testimoni pun saya buat ketika saya mengunjungi Terengganu, Malaysia, karena kesibukan.

Kedatangain saya ke Aceh untuk konferensi di Universitas Syiah Kuala di Aceh bulan Juli 2017, menjadikan saya sempat berkunjung ke Jantho, Aceh Besar, dimana Lokasi Hutan Wakaf berada. Kawasan strategis tidak jauh dari Sungai Krueng Aceh (?), dimana biasa dilakukan arung jeram.

Saya menanam pohon. Kami  berjalan kaki ke lokasi tidak jauh, menelusuri jalan setapak yang tidak dapat dilalui mobil. Di lokasi hutan wakaf, saya berteduh. Ada keanehan di tempat ini yang menarik perhatian saya: Sebuah sarang lebah berdiameter 60-70 cm menjuntai hanya sekitar setengah meter dari tanah. Perlu diketahui, lebah biasanya bersarang di pohon sialang, yang tingginya bisa mencapati 30-6o meter. Aneh sekali, padahal sebelumnya tidak pernah ada, ujar Pak Tengku (sebut saja begitu), yang menjadi penunjuk jalan kesitu. Aku katakan pada Akmal dan Azhar, sahabat yang menggagas ide itu, “Ini pertanda baik, dan alam berpihak pada hutan wakaf. Mereka merasa aman disini.” Selamanya ketika sebuah aset menjadi wakaf, maka tanah tidak boleh diperjual belikan, karena ini adalah amana wakif (yang mewakafkan).

Lebih aneh ketika pulang dari lokasi. Saya mencium aroma berbau busuk. Sambil melihat ke tanah,…Ya Allah. Ada jejak harimau! Sepertinya baru saja lewat.

“Iya ini baunya…” ujar Akmal

Akmal, tak sanggup memotret jejak itu, walaupun saya berada di urutan paling belakang, dan memintanya mundur untuk memotret jejak harimau yang baru itu.

“Iya. sangat kharismatik. Bulu roma saya berdiri,”  ujar Akmal setelah kami berada di mobil.

Ini sekali lagi pertanda baik. Bahwa kami diperlihatkan kekuasaan Allah swt dengan ikut mendukung hutan wakaf. Menyelamatkan hutan tersisa, dimana habitat satwa satwa punah karena kerakusan manusia.

Definisi Wakaf untuk konservasi, pernah saya tuliskan di blog, (mengutif makalah diatas):

“Waqaf adalah lahan atau tanah yang dihibahkan oleh seorang muslim (wakif) dengan tujuan amal untuk kepentingan sosial umat dalam memberantas kemiskinan dan kebodohan. Bisanya lahan wakaf digunakan untuk pembangunan madrasah dan universitas, masjid, rumah sakit dan kepentingan sosial lainnya. Status tanah wakaf adalah abadi kepemilikannya. Tidak bisa dipindah tangankan, apalagi dijual atau diwariskan. Bila ada hasil atau keuntungang yang diperoleh dari wakaf, adalah untuk amal. Maka lahan waqaf biasanya terdaftar secara administrasi dan disahkan oleh qadi, atau pengurus tanah setempat.

Untuk kepentingan yang lebih luas dalam dunia konservasi, maka wakaf juga dapat didorong untuk melibatkan muslim dalam memajukan pelestarian alam untuk kepentingan publik misalnya untuk pendirian stasiun riset, laboratorium kultur jaringan untuk perbanyakan bibit tanaman, pendirian rumah kaca untuk kepentingan penelitian, institusi pelatihan, pengembangan dan penangkaran hidupan liar (untuk mencegah kepunahan) dll. Lahan wakaf dapat menjadi sarana yang memungkinkan muslim secara individu maupun kolektif memberikan kontribusi yang berarti untuk kepentingan pemeliharaan lingkungan dan konservasi alam.”

Selamat untuk Aceh dan generasi penerusnya. Saleum…Alaikum…

Bagikan Artikel

Recent Posts

NEWS & EVENTS

Membumikan Perjanjian Al-Mizan

Para ulama, cendekiawan, dan aktivis lingkungan muslim baru saja melahirkan Perjanjian Al-Mizan. Upaya menjaga masa depan bumi dan peradaban. Koran Tempo, Senin, 18 Maret 2024

Read More »