Studi Menyoroti Peran Umat Islam dalam Restorasi Ekosistem

Jakarta, 9/11. Pusat Pengajian Islam Universitas Nasional (PPI UNAS) telah melaksanakan sebuah studi mengenai restorasi ekosistem di kalangan organisasi masyarakat (Ormas) dan individu dari komunitas umat Islam yang terlibat dalam kegiatan restorasi lingkungan. Tujuan dari studi ini adalah untuk memetakan dan mengidentifikasi kontribusi serta kekuatan yang dimiliki oleh umat dalam gerakan restorasi ekosistem.

Pada Focus Group Discussion (FGD) Kamis (9/11) yang diselenggarakan secara hybrid di ruang Cyber Room UNAS dan Zoom, beberapa tokoh penting hadir, antara lain Dr. H. Nur Syamsuddin Buchari dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), Dr. Arief Roshid Hasan dari Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) NU, Dr. Khalifah Ali dari Wakaf Hutan Bogor, Ariati Dina dari Nasyatul Aisiyah Muhammadiyah di Jogjakarta, Akmal Senja dari Wakaf Hutan Konservasi di Aceh, serta Dr. Hayu Prabowo yang mewakili Interfaith Rainforest Initiative (IRI) dan Komunitas Iklim Sungai Cikeas (KISUCI).

Pemaparan dari Dr. Arief Roshid Hasan, Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) NU

Dalam sambutannya, Dr. Fachruddin Mangunjaya, Ketua PPI UNAS dan Peneliti Utama dalam studi ini, menyatakan

“Pendataan dan studi perlu dilakukan dalam upaya melakukan pemetaan, mengisi kesenjangan dan hal apa yang perlu dilakukan dalam upaya masif untuk mencegah perubahan iklim. Banyak yang telah dilakukan, dan kami mencatat ratusan juta pohon yang ditanam oleh pihak pihak organisasi berbasis keagamaan, tetapi tidak ada data yang lengkap mengenai lokasi pasti dan jumlah pohon yang ditanam. Jika kita melihatnya melalui satelit, di manakah hasil dari upaya ini?”, ujarnya.

Dr. Fachruddin menekankan bahwa studi ini bertujuan untuk mendukung Dekade Restorasi PBB yang berlangsung hingga 2030. PBB telah menyatakan pentingnya tidak ada yang ditinggalkan dalam upaya global ini, dengan prinsip ‘no one left behind’. Studi ini dilakukan oleh tim PPI UNAS melalui serangkaian wawancara dan diskusi kelompok yang melibatkan para pemangku kepentingan terkait restorasi, serta beberapa inisiatif restorasi berbasis keagamaan (Islam) yang dijalankan oleh Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, pesantren, dan individu lainnya.

Baca juga: Pesantren sebagai pembelajaran lingkungan

Potensi Hutan Wakaf

Lebih dari sekadar penanaman pohon, umat Islam memiliki potensi luar biasa dalam sumber pendanaan melalui wakaf (endowment). Wakaf merujuk pada dana atau barang abadi yang manfaatnya diambil sementara modalnya tetap terjaga. Wakaf tidak hanya berfokus pada penanaman pohon, melainkan juga mengoptimalkan dana atau barang abadi dengan menahan modalnya dan memanfaatkan hasilnya untuk kegiatan shadaqah. Dr. H. Nur Syamsuddin Buchori, SE,. S.Pd dari Badan Wakaf Indonesia (BWI),

“Prinsipnya adalah menjaga modal dan memanfaatkan hasilnya untuk kebaikan umat, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada sahabat Umar r.a dalam pengelolaan lahan di Khaibar. Kami mendorong upaya wakaf kolektif atau kerjasama (muawanah) sebagai alternatif dari persaingan (musabaqah). Dengan kolaborasi, gerakan ini dapat dilakukan secara masif.” ungkapnya.

Dr. H. Nur Syamsuddin Buchari, Badan Wakaf Indonesia (BWI)

Contoh semangat wakaf juga diterapkan untuk mendanai restorasi lahan di Bogor, Jawa Barat. Dr. Khalifah Ali, dosen di IPB University, memimpin restorasi ekosistem melalui wakaf produktif, berhasil mengumpulkan wakaf untuk membeli 0,953 Ha (9.530 meter persegi) lahan.

“Mimpinya kami dapat mengelola seribu hingga sepuluh ribu hektar, hutan wakaf yang produktif dan lestari,” ungkapnya.

Total ada sekitar lima lokasi hutan wakaf yang dikelola Dr. Khalifah dan tim dengan total penanaman pohon sekitar lebih dari 1000 bibit pohon. Jenis pohon yang ditanam adalah pohon yang produktif, yang bermanfaat secara ekologi dan juga ekonomi. Selain itu, ditanam pula tanaman sumber nektar sebagai pakan lebah seperti xanthostemon, kaliandra, dombeya, batavia, serta air mata pengantin. (Kunjungi: https://www.hutanwakaf.org/).

Di Aceh, Akmal Senja dan komunitasnya membangun hutan wakaf di Krueng Jantho, Aceh Besar. Hutan wakaf ini berasal dari dukungan individu dan komunikasi global yang dikumpulkan melalui aksi fundrising pada 2012. Kemudian, pembelian lahan hutan wakaf baru dapat dilakukan pada 2017 dengan luas 1 Ha, dan saat ini sudah berkembang menjadi 4,7 Ha. Untuk melihat lebih lanjut, kunjungi Hutan yang Tersisa.

Sementara itu, Dr. Hayu Prabowo , melalui Komunitas Iklim Sungai Cikeas (KISUCI) juga berupaya untuk berkomitmen terhadap perlindungan lingkungan, dengan melibatkan masyarakat, kolaborasi, dan kampanye menjaga ekosistem sungai sebagai sumber kehidupan. (Kunjungi: https://www.instagram.com/leuwi.kisuci/).

Paparan dari Dr. Hayu Prabowo, mewakili Interfaith Rainforest Initiative (IRI)

Baca juga: Kunjungan ke hutan wakaf di Aceh

 

Bagikan Artikel

Recent Posts

NEWS & EVENTS

Membumikan Perjanjian Al-Mizan

Para ulama, cendekiawan, dan aktivis lingkungan muslim baru saja melahirkan Perjanjian Al-Mizan. Upaya menjaga masa depan bumi dan peradaban. Koran Tempo, Senin, 18 Maret 2024

Read More »